Senin, 04 Maret 2013

Pemberdayaan Ekonomi



Pemberdayaan Masyarakat Berpola Ekonomi Owaada
Oleh Benny Makewa Pigay,SE
Kita semua melalui orang tua bahwa Agama dan Pemerintah masuk ke daerah Pegunugan Tengah Paniai melalui dan diatas nilai-nilai luhur social dan ekonomi, dia hadir diatas nilai itu dan berkembang diatas, dan kita juga dibentuk diatas itu.
 Tetapi mengapa nilai-nilai itu hancur salah satu penyebab adalah hancurnya nilai-nilai budaya dan juga ada penyebab-penyebab lain. Penyebab itu antara lain datang dari dalam dan juga ada yang datang dari dalam masyarakat.
Masalah-masalah yang menyebabkan adanya hambatan dalam dan juga dari luar, karena ada masalah yang kami ciptakan sendiri oleh kita untuk menghancurkan jati diri kita sendiri, dan juga ada hal yang datang dari luar. Sejak Papua bergabung dengan Indonesia, daerah ini diatur dengan pola ekonomi yang diatur oleh Soekarno, ia membuka PD.Irian Bakti, masyarakat menerima karena masuknya melalui pola yang pernah dipakai oleh Belanda, dimana pada saat itu masyarakata pergi membeli barang di tempat PD.Irian Bakti tersebut hal ini merupakan upaya sadar Presiden Soekarno agar masyarakat menerima ekonomi Pancasila, tetapi model ekonomi ini memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk dapat mendirikan CV/PT dan Koperasi, hal ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bersaing secara tidak sehat, hal ini membuat orang Papua lumpuh, tidak dapat berjalan secara ekonomi. Yang kedua, trauma DOM (Daerah Operasai Militer) di Paniai, karena adanya upaya penyisiran terhadap TPN/OPM oleh ABRI, maka terkadang membuat menjadi takut untuk bekerja di kebunnya, karena takut akan dipukul atau di interogasi,  yang ketiga, Dalam Pemerintah Suharto, rencana Pembangunan 25 tahun diharapkan masyarakat akan mencapai masyarakat tinggal landas, tetapi kenyataannya hanya janji-janji palsu, pada akhirnya pada tahun 1998, beliau lengser dari jabatannya yang berikutnya kita punya pejabat asli Papua juga mempunyai sifat seperti itu, kita punya pejabat Papua tetapi mereka berhati Jawa, Batak, dan berhati orang lain.
Pada waktu pemerintahan Gubernur Fredi Numberi, beliau bertekat membangun birokrasi semua adalah orang Papua, tetapi tidak dilakukan.
Sekarang pada masa kepemimpinan Gunernir Barnabas Suebu, dengan konsep membangun Papua Baru apapun model Pemberdayaan dipakai kemiskinan akan berjalan terus, tetapi kalau Suebu (Gubernur) ingin membangun/memberdayakan masyarakat Mee maka harus menggunakan konsep Pemberdayaan ekonomi Owaada dan kalau untuk membangun orang mari menggunakan ekonomi nduni atau wamuja untuk membangun orang moni, kalau membangun orang dani dengan pola ekonomi pilamo.
Kalau dilihat program TURKAM Gubernur Bas Suebu itu hanya janji-janji palsu, 100t- juta yang diberikan tidak akan memberikan hasil yang sangat berartu. Pada masa kepemimpinan Yannuarius Douw dengan motto Aweta Ko Enaa Agapida, pada masa itu beliau tidak pernah memberdayakan Lembaga Adat, karena hal-hal ini harus dibicarakan oleh lembaga adat tetapi berhasil menyiapkan kader. Pada jaman ini kami berada pada era kepemimpinan dengan visi Menuju Paniai Baru, sekarang menjadi pertanyaan bahwa Aweta Ko Enaa Agapida dan Paniai Baru ini untuk siapa?
Dalam situasi seperti ini kita diperhadapkan pada suatu situasi dimana kita mau memberdayakan masyarakat dengan pola budaya, agar membangun dirinya sendiri, dengan birokrasi yang dipenuhi oleh orang-orang yang bukan asli Paniai dan tidak memahami budaya Paniai. Orang Paniai sedang diberikan makan oleh saudara-saudara pendatang, kita diberi ikan, sayur, dll dari mereka yang datang, telah menjadi tuan rumah di Paniai. Sedangkan kita yang asli menjadi tamu dirumah kita sendiri.
Oleh karena itu kita bicarakan tentang pemberdayaan masyarakat, jika kita mau mengembangkan masyarakat maka haruslah dimulai dari dan diatas budayanya, seorang Filsuf dari komunis pernah berkata jika ingin menghancurkan sebuah bangsa maka hancurkan dulu budayanya. Masalah-masalah sedang terjadi karena kita telah lupa dengan budaya kita sendiri, saat ini kita sedang dalam krisis hidup. Mari kita lihat gerakan ekonomi pendatang yang selalu kita lihat mereka berhasil. Hal yang pertama, harus kita pikirkan sekarang ini kami berada pada posisi apa? Kita harus jujur bahwa selama ini kami sedang terkurung tetapi kami tidak bisa tinggal diam begitu saja, tetapi kami harus mencari tahu bagaimana caranya agar kami dapat keluar dari kurungan ini.

Pemberdayaan Masyarakat haruslah dibuat sebaik mungkin agar dapat menjadi berkat bagi masyarakat bukan menjadi kutukan bagi masyarakat. Dalam melakukan Pemberdayaan Masyarakat terdapat juga gerakan-gerakan yang menghambat:
a)        Membanding usaha-usaha milik masyarakat pribumi, ada beberapa kios dihancur oleh masyarakat yang dibayar oleh pihak lain.
b)       Masyarakat dihinabobokan dengan beras JPS. JPS itu baik, tetapi membuat orang jadi malas kerja, BBM.
c)        Tanah-tanah dikampung banyak tumbuh rumput.
d)       Pegawai pribumi jika membuat cros selalu dikatakan korupsi, Pejabat ini cari uang, dengan ini kita sedang saling menjatuhkan.
e)        Kami disebut sebagai buaya-buaya hidup, kami membeli yang terbaik, penyetor yang terbaik, tetapi kami disebut buaya-buaya hidup, karena kami membeli dan konsumsi ayam potong. Kedepan apa yang harus kita buat agar kami disebut buaya-buaya hidup.
f)   Banyak saudara kita yang membangun istana di Paniai dengan menguasai perekonomian dan perdagangan, sedang kita hanya buat saling menjatuhkan antara satu orang dengan orang lain.
g)       Kita orang Paniai adalah seorang penjual yang sangat murah hati ditanah Papua, kalau pedagang asli menjual saudara-saudara pendatang tidak membeli, mereka mendatangkan sayur dari luar Paniai, ini suatu cara penjajahan ekonomi karena tidak laku mereka bawah pulang nota. Ada juga masyarakat kalau ditawar oleh sesama orang Paniai mereka tidak mau tetapi, kalau ditawar oleh saudara lain mereka dengan terbuka akan memberinya.

Orang Paniai menindas orang Paniai masalah yang umum terkait dengan ekonomi di Paniai adalah jaring penghubung itu bolong, sehingga masuk ke jaring pendatang, jaring yang saya maksudkan adalah Usaha Ekonomi karena tidak ada Usaha Ekonomi maka uang yang beredar tidak tertangkap baik oleh masyarakat tetapi oleh pendatang.
Dengan kondisi seperti ini apa yang kita bisa berbuat untuk hidup kita, kita tidak bisa berbuat banyak tetapi kita kembali kepada Emawa/Nduni/Ndone karena ditempat ini menurut orang tua berfikir merencanakan dan melaksanakan segala aspek kehidupan.
Sekarang bagaimana kita mengangkat pembangunan yang berpola budaya? Pada tahun 2005 kami telah menawarkan pola ekonomi Owaada dalam pmerintah Paniai, tetapi sekarang tidak jalan tetapi syukur karena Gereja Katholik sudah mengangkat pikiran itu melalui Musyawarah Pastoral (MUSPAS) diWagethe dan ISSP sedang mengangkat pemberdayaan Owaada. Pola ini akan menjadi pola pemberdayaan masyarakat Paniai/model Pemberdayaan akar rumput pola ini langsung kepada pemberdayaan ekonomi keluarga, karena menanami bunga-bunga hidup, sehingga pola ini bisa menjadi pola Pemberdayaan Papua secara umum, karena sudah ada dua lembaga telah mengangkat, kalau ini kita kembangkan menjadi Lembaga Ekonomi Rakyat (LER), sama seperti dahulu dibuat oleh Indonesia dengan pola koperasi.
Pengembangan Owaada dan Wamuja haruslah menjadi pilihan untuk Pemberdayaan Ekonomi masyarakat, pemberdayaan itu haruslah dilakukan oleh sebuah lembaga yang menerapkan SISTEM SIMPAN PINJAM. Pola simpan pinjam ini masyarakat meminjam kepada kelompok sebesar Rp.100.000 dengan bunga Rp.20.000 dan digunakan sesuai dengan kebutuhan: memelihara ayam, buat kebun, atau apa saja dengan itu dia membangun Owaadanya, dia bangun kebunnya, bangun Firdaus kecil dirumahnya, kita harus tahu tidak ada suku lain yang sama seperti suku Mee/Ekagi. . . Firdaus yang dulu dikenal itu ada di Owaada, oleh karena itu Owaada adalah Firdaus yang kecil bagi masing-masing keluarga. Disitu Allah Hadir untuk manusia, sehingga wajar kalau sekarang cara berfikir kita tidak seperti dulu karena tempat mengambil/fikiran sudah tidak ada, Firdaus kecil atau Owaada sudah tidak ada, ekonomi hancur karena Owaada tidak ada, karena kita harus bangun Owaada dikeluarga kita masing-masing, kalau kita bisa bangun maka kita bisa menjadi tuan dikampung kita sendiri. Hal ini kalau tidak dilakukan akan menjadi kegagalan dari Lembaga Adat, Agama dan Pemerintah dalam memberdayakan masyarakatnya. Dalam rangka Pemberdayaan maka pemerintah berkewajiban untuk memberdayakan gereja dan lembaga adat dengan memberikan dana secukupnya untuk sekolah ISSP siap untuk memberikan pendampingnya yang secukupnya sehingga tercapainya konsep antara Gereja, Adat dan Pemerintah dalam rangka Pemberdayaan ekonomi Rakyat berpola Owaada/Waluja, disitalah dapat diangkat budaya kerja yang benar, tepat sasaran dan tepat guna, karena kami ditempatkan oleh Tuhan ditempat yang bergunung-gunung ini untuk bekerja, tetapi budaya kerja sudah luntur.

Makalah disampaikan dalam Seminar Pngembangan Masyarakat berpola budaya, yang diselenggarakan oleh Dewan Adat Paniai 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar