KASTA
ANAK EMAS DAN ANAK SAMPAH DI FREEPORT
OLEH
JOHN GOBAY
KETUA DEWAN ADAT DAERAH PANIYAI
Pemblokiran tempat
produksi dan penambangan PTFI yang dilakukan oleh masyarakat yang terjadi dalam minggu lalu.
Jika dilihat secara implicit pihak-pihak yang berkompeten dalam akar soalnya
adalah pendulang emas,aparat keamanan dan security PTFI, tetapi setelah insiden
itu terjadi maka hal itu mempunyai imbas yang luas, karenanya pihak yang
berkompeten adalah; masyarkat pegunungan tengah (mahasiswa dan masyarakat).
Meluasnya pihak yang berkompeten mungkin karena ada pihak yang ingin memetik
manfaat dari insiden ini untuk kepentingan kelompoknya demi tujuan yang hendak
dicapai, tetapi mungkin juga karena masyarakat papua dan atau masyarakat
pegunungan tengah khususnya kecewa dengan kehadiran PTFI yang tidak memberikan
manfaat secara maksimal kepada masyarakat papua umumnya, Tetapi disisi laian
ada pihak yang secara professional memenage perasaan kecewa masyarakat Papua
terhadap PTFI tetapi hal itu tak disadari oleh Masyarakat Pegunungan
Tengah, sehingga moment ini dimanfaatkan
untuk melakukan protes dengan cara pemblokiran, protes ini juga disebabkan oleh
pelayanan pihak manajemen PTFI (baik orang papua dan non papua) yang terkadang
tidak memberikan kepuasan yang adil dan merata, bagi masyarakat baik Amungme
dan kamoro dan pegunungan tengah (Mee,Moni,Lani, Nduga dan Damal) sehingga
tercipta struktur sosial dalam pelayanan oleh PTFI, Anak Emas dan Sampah PTFI;
ANAK EMAS PTFI adalah TNI/POLRI, Pemerintah, Masyarakat Amungme 3 desa di
Tembagapura (Bug Negel), Masyarakat dataran rendah di daerah Komoro, beberapa orang
Amungme dan Kamoro, dan orang Mee,Lani, Damal,Nduga yang sebagian hidupnya
tergantung dari PTFI, beberapa orang pesisir pantai papua, dan non papua
lainnya.; SAMPAH PTFI; orang amungme non
3 desa di tembagapura, dan orang kamoro diluar 3 desa dataran rendah, sebagian
besar orang pegunungan tengah dan Papua.
Maka anak sampah melakukan protes terhadap struktu ini “ Mungkin karena
menyadari sampah maka mereka mendulang
sampah PTFI, tetapi itupun dilarang oleh
anak emas PTFI”
Sekilas jika kita
mengingat kembali perjalanan panjang pengorbanan masyarakat untuk PTFI pada
saat awal ekspedisi awal 1936 oleh Dozy untuk menemikan gunung bijih banyak
korban masyarakat amungme yang sakit dan meninggal hanya untuk berbakti ke PTFI
dalam menemukan harta karun di Gunung Nemangkawi perlu dicatat lagi bahwa
terdapat juga korban jiwa masyarakat Amungme non BugNegel di Agimuga pada tahun 1977 karena daerah itu dibombardir
oleh ABRI sebagai balasan dari pemotongan pipa PTFI sebagai bentuk protes masyarakat terhadap kehadiran PTFI di bumi
papua banyak kejadian seperti peristiwa
1994 di Tembangapura dan 1996 di Timika, yang membuat masyarakat merasa tidak
tenang, tidak aman dan tidak damai di tanahnya sendiri, karena sejak kehadiran
PTFI ada kesan bahwa “ ribut dengan seorang
pejabat PTFI dan PTFI seakan-akan rebut dengan Negara RI”
Dari
aspek sosial sejak kehadiran PTFI tidak
banyak memberikan manfaat kepada masyarakat sejak 1974, bersamaan dengan
dibuatnya January 1974 yang harapannya menjadi momentum penting untuk dimulainya
kemitraan PTFI dengan masyarakat papua, implementasinya hanya menghasilkan
“Anak Emas dan Sampah PTFI” dari segi pendiidikan; yang boleh bersekolah sampai
ke jayapura, Bandung dan luar negeri adalah anak karyawan dan anak orang
diangkat sebagai penghubung antara PTFI dan Masyarakat (hasil January Agreement
1974) sedangkan anak masyarakat local hanya cukup bersekolah di kampung-kampung
seperti Kebo,Ilaga, dan menjadi pembantu-pembantu rumah tangga. Dari segi
Ekonomi; sayur, buah dan daging didatangkandari luar timika padahal lahan di
Timika dan Agimuga sangat menungkinkan untuk pengembangan lahan pertanian
sebagai lumbung pangan untuk mensuplai ke PTFI, jika daerah ini dikembangkan
baik sejak tahun-tahun awal operasi PTFI di Papua.
Dari segi kesehatan sejak kehadiran PTFI
tidak pernah dibangun klinik atau rumah sakit yang permanent di Timika sesuai
January agreement 1974, dengan pelayanan
yang baik untuk masyarakat sehingga
masyarakat tidak kehilangan nyawa karena malaria,dll. Tetapi yang terjadi PTFI
hanya bisa membantu menyumbang dana untuk pembangunan rumah sakit-rumah sakit
elit di jakarta untuk kepentingan pejabat dan masyarkat indonesia di jawa
padhal disamping wilayah kerjanya ada masyarakat yang meninggal kerena
penyakit.
Semua
kekeliruan itu selelu dianggap enteng oleh pihak PTFI dengan pernyataan bahwa
mereka selalu tunduk pada pereturan perundang-undangan sesuai dengan arahan
pemerintah. Semua itu mulai berubah dengan adanya protes masyarakat amungme
dalam tahun 1980 an di bawah pimpinan P. Natho Gobay,Pr dan ibu yosepha
alomang, perubahan mulai terjadi lagi
sejak 1995 saat pelanggaran HAM Desember 1994 di tembagapura terungkap dan juga
ada upaya hukum masyarakat amungme terhadap PTFI oleh Bp.Thom Beanal ke
Pengadilan di Negara bagian Lousiana,AS pada tahun 1996, dalam tahun yang sama
pecahlah kerusuhan timika 1996 yang mengorbankanndua orang paniai dan dua orang
anak asal jayapura, kerusuhna yang terkesan spontan oleh masyarakat tetapi
menyimpan mistery yang amat dalam, siapa actor dibalik kerusuhan itu?
Perubahan kebijakan itu adalah dengan
adanya pemberian dana 1%, dengan membentuk satu departemen baru yaitu Comunnity
Dept yang saat itu dipimpin oleh Bp.August Kafiar,MA.
Dana 1 % terlihat merupakan wujud tanggung
jawab PTFI kepada masyarakat papua tetapi hasilnya masih ada pula yang belum
tersentuh oleh pelayanan oleh dan dari hasil dana 1% karena terlihat terdapat
kebijakan proteksi dan terlihat struktur “ Anak emas dan sampah PTFI” dalam pemanfaatan dana 1%.
Walau bukan yang berwenang melakukan
evaluasi terhadap hasil dana 1% namun secara awam jika dilihat walaupun
mengeluarkan dana bermilyar-milyar rupiah tetapi dengan dana ini ternyata
secara umum belum mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat local
secara umum tetapi PTFI hanya telah menciptakan struktur sosial dimasyarakat
dengan sebutan “Anak Emas dan Sampah PTFI”
Walaupun telah secara tidak langsung
beberapa oknum karyawan PTFI terlibat dalam Pelanggaran HAM dan ikut
menciptakan suasana mencekam, tidak damai, tidak tenang seakan-akan masyarakat
setempat hidup di tanah pengasingan/penjajahan tetapi PTFI masih terlalu aktif
membantu dana dan sarana untuk
kesatuan-kesatuan aparat keamanan di Timika hanya untuk menjaga dan atau
menjadi pagar hidup untuk asset PTFI dengan dalih PTFI adalah obyek Vital
Negara, sehingga masyarakat harus menjadi korban dari kebijakan ini.
Community
Development
PTFI merupakan perusahaan yang sedang Beroperasi di
Wilayah Kabupaten Mimika untuk blok “A” tetapi jangan lupa bahwa PTFI pada
tanggal 26 Desember 1991 telah menandatangani Kontrak Karya II yang juga
meliputi daerah Paniai dan Puncak Jaya, Daerah dari Suku Mee, Moni, Wolani,
Nduga, Lani, dan Damal sehingga sesuai dengan tuntutan bisnis Global, dalam
upaya Implementasi bisnis yang beretika, Konsekuensi logis dari Kontrak Karya
II PTFI dengan pemerintah RI adalah PTFI harus mempunyai kewajiban sosial
terhadap Masyarakat dalam Areal KK II dengan menyediakan fasilitas Kesehatan,
Pendidikan, dll;
Sesuai
dengan penjelasan pimpinan PT.Freeport
Indonesia mengenai Freeport Fund For Irian Jaya Development (Dana Freeport bagi
Pembangunan Irian Jaya) yang dikeluarkan pada tanggal 14 Agustus 1998 yang
ditandatangani oleh EVP dan Direktur PTFI Prihadi Santoso dan Komisaris PTFI
Paul S.Murphy (Terlampir). Maka
perluasan dan peningkatan pelayanan
kepada masyarakat di areal KKII PTFI
yaitu masyarakat adat Paniyai dan Puncak Jaya, melalui dana FFIJD atau
yang lebih dikenal dengan nama Dana 1% adalah hal yang sangat urgen yang harus
dilakukan, sebagai bentuk reformasi kebijakan PTFI sebab yang perlu disadari
adalah walau Dana 1% muncul setelah ada kerusuhan 1996, namun disadari bahwa ini merupakan Implementasi pelaksanaan
tanggung jawab sosial PT. FI terhadap masyarakat sekitar / di areal KK PTFI.
Pengelolaan dana 1% ini, sejak 1996 Pengelolanya telah berganti selama tiga
kali, yaitu : PWT2, LPMI, dan LPMAK tetapi sumber dananya tetap yaitu dari PT.
Freeport Indonesia dengan sumber dana Freeport Fund For Irian Jaya Development
(FFIJD)
Pengabaian terhadap Masyarakat Adat Paniyai dan Puncak
Jaya
Berkaitan
erat dengan dengan pokok – pokok diatas, dan sesuai dengan realitas pelaksanaan
program FFIJD, yang selalu mengabaikan masyarakat adat Paniyai dan Puncak jaya,
karena tidak memanfaatkan dana 1% hal itu telah dilakukan sendiri oleh PTFI
karena tidak melaksanakan sesuai konsep document FFIJD yaitu “…… masyarakat
paniyai dan puncak jaya berhak memanfaatkan dana FFIJD dengan mengadakan
kegiatan social dan ekonomi di desa asalnya di Paniyai dan Puncak Jaya…” pengabaian lainnya adalah juga dilakukan terhadap masyarakat adat paniyai dan
berkaitan pula dengan dikeluarkannya Kriteria pelayanan Kesehatan LPMAK di
rumah sakit yang dibangun dengan dana 1% yaitu RSMM (Rumah Sakit Mitra
Masyarakat) Timika, kebijakannya adalah memungut biaya pengobatan bagi
masyarakat Suku Mee, Moni, Dani, Damal dan Nduga di luar Timika, pada hal sejak
didirikan tahun 1999 hal itu tidak dilakukan, Perlu disadari bahwa kebijakan
ini berindikasi akan terjadi Genocide, karena Orang Sakit akan pasrah pada
Nasib dan Meninggal sebelum mendapatkan Pengobatan, pada hal dulu masih bisa
berobat di RSMM. (terlampir)
Nilai nominal dana 1% tidak mungkin
berjumlah tetap, tetapi akan meningkat bersama dengan Peningkatan jumlah
Produksi PTFI, karena itu sangat tidak beralasan kebijakan Diskriminatif yang
dibuat oleh LPMAK, karena kalau demikian tergambar adanya dugaan Korupsi di
LPMAK dan atau Konspirasi Korupsi di antara beberapa oknum Pejabat PTFI dan
Manajemen LPMAK, dan mengorbankan atau menghilangkan Dana Masyarakat pemilik
Hak Ulayat.
Apakah
Dana 1% yang diterima oleh LPMAK berkurang jumlahnya ? sehingga kebijakan ini
dapat dilakukan, pada hal, Nilai Nominal 1% pasti meningkat sejalan dengan
peningkatan Produksi dan pendapatan kotor PT. FI dan juga meningkatnya Kurs
Dolar AS terhadap Rupiah, kalau berkurang siapakah yang mengurangi PTFI atau
LPMAK ?
Apakah
Dana 1% yang diterima, bukan dari PTFI yang sudah membuat KK II yang juga masuk
wilayah Paniai dan Puncak Jaya, Wilayah adapt suku Mee, Moni, Wolani, Lani,
Damal dan Nduga, sehingga kami tegaskan “Semua Suku dalam Areal KK I dan KK II
PT. FI mempunyai hak yang sama menikmati fasilitas yang sama dari Dana 1% tanpa
perbedaan yang hanya Mengadu Dombakan masyarakat”, kalau tidak mau mengapa PTFI
membuat KK II ? LPMAK terlihat menjadi Penghapus Dosa Oknum tertentu di PTFI,
yang memegang Kepala LPMAK (Kebijakan dan Dana 1%), karena terlihat LPMAK hanya
menjadi alat dari PTFI, sehingga
diperlukan keterbukaan LPMAK bahwa dana
1% juga dimanfaatkan oleh Suku Ke – 8 dan dia Mempunyai porsi yang sangat
besar, Siapakah dia?
Catatan
akhir
Akhirnya
beberapa catatan yang dapat di sampaikan adalah:
1. Pemerintah
pusat diminta mengamendemen UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA dan UU No.7 Tahun
1967 Tentang Pokok Paertambangan dan
Tinjau ulang KK II PTFI serta KK PTFI haruslah disebut sebagai sebuah
kontrak biasa bukan sesuatu yang sacral dan tidak dapat diganggu, yang karena
kesakralannya tidak dapat dirubah, bahkan dikatakan setara undang-undang, perlu
dicatat bahwa UUD 1945 saja sudah di amandemen, masa sebuah KK tak dapat
ditinjau ulang dan perundingannya harus melibatkan perwakilan suku-suku yang
daerahnya masuk dalam areal KK II sesuai dengan semangat UU OTSUS agar
ditemukan hasil pemecahan yang saling menguntungkan bagi semua stakeholder.
2. Mendesak
Pemerintah pusat agar menabut produk hukum tentang pengamanan pada obyek vital
negara termasuk PTFI karena dengan itu areal PTFI pernah dan sedang menjadi
tempat terjadinya kekerasan negara melalui aparat keamanan negara dengan alat negara pada rakyat sipil
tak bersalah. Hentikan segala bentuk bantuan materil (dana dan fasilitas) PTFI
kepada TNI/POLRI dan juga diminta putuskan hubungan kerjasama Departemen
Security PTFI dengan institusi TNI/POLRI untuk pengamanan di wilayah kerja PTFI
dan disarankan untuk menambah jumlah security PTFI untuk menggantikannya.
3. Perlu
dilakukan Audit sosial yang independent
yang auditornya terdiri dari para tokoh agama, tokoh masyarakat ,LSM, LMA
dan didampingi oleh Lembaga Auditor
Perguruan Tinggi sebagai konsultan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang
diperoleh masyarakat 7 suku di areal KKI dan KKII PTFI dari PTFI dilihat dari
semua aspek kehidupan dan menyusun dokumen pengembangan masyarakat.
4. Pemerintah Pusat diminta mendesak untuk PTFI meminta memperluas wilayah pelayanannya
untuk pengembangan masyarakat untuk
tidak terkonsentrasi di 3 desa di tembagapura tetapi diperluas sampai ke
Agimuga dan daerah Paniai dan Puncak
Jaya sebagai areal KKII PTFI dan baik juga kalau dibangun sarana dan prasarana
seperti Jalan, Jembatan, Telekomunikasi
dan Penerangan di daerah Paniai dan PuncakJaya.
5. Pemerintah
Pusat dan PEMDA Provinsi Papua dan PTFI diminta untuk memperhatikan bahwa
sesuai dengan tuntutan bisnis global dan tanggungjawab sosial PTFI terhadap masyarakat
areal KK II maka Dana 1% diminta untuk dinaikan menjadi 3% dan dibagi 1%, untuk
Kab.Mimika; 1% untuk Kabupaten Paniai; 1% untuk kabupaten Mimika; (Karena 3
daerah ini adalah daerah areal KKI dan II PTFI) atau dinaikan menjadi 7% dan
dibagikan kepada 7 suku masing-masing 1%. Dan pengelolaannya diserahkan ke
daerah asal dan atau di pusat atau daerah asal suku tersebut. Dan pengelolaannya oleh Lembaga Adat daerah
atau Suku di daerah asal suku, dalam
rangka pemberdayaan Masyarakat Adat Papua.
6. Pimpinan
PT. Freeport Indonesia diminta agar melakukan Restruktuisasi pada manajemen
PTFI, oknum-oknum tertentu yang tidak mampu membangun hubungan kemitraan yang
jelas dan saling menguntungkan antara PTFI dan Masyarakat, yang pada akhirnya
membuat jelek citra perusahaan, serta terhadap oknum-oknum tertentu yang
membawa misi tertentu, yang
mengakibatkan ketidakstabilan kondisi dan suasana.
7. Beberapa
pos penting dalam Top Manajemen PTFI yang berhubungan dengan masyarakat agar
diberikan kepada orang Papua yang mempunyai hati untuk mau melayani orang papua
bukan yang mau melayani diri sendiri dan kelompoknya, sehingga tidak tercipta terus struktur sosial
“Anak Emas dan Sampah PTFI”
Masyarakat Papua sedang menambang secara manual
Penambangan raksasa oleh PT Freeport yang meninggal Danau Buatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar