Asosiasi
Pertambangan Rakyat Tanah Papua Dideklrasikan
- Ditulis oleh Loy/Papos
JAYAPURA [PAPOS] –Sabtu (23/3) akhir
pekan kemarin di Café Phoenam, Abepura, Dewan Adat Papua mendeklrasikan sebuah
organisasi masyarakat [Ormas] yang disebut Asosiasi Pertambangan Rakyat Tanah
Papua [ASPRATAPA] untuk membela hak-hak dasar kepemilik ulayat bagi masyarakat
adat Papua sekaligus melindungi dalam pengelolaan pertambangan rakyat yang ada
di tanah adat Papua.
Pendeklarasian ini diikuti sebanyak
10 Tim Deklarator diantaranya, Ketua Dewan Adat Paniai, John NR Gobai, Ketua
Dewan Adat Keerom, Hubert Kwambre, Dewan Adat Mamta, Jack Kasimat, Ketua Dewan
Adat Balim, Lemok Mabel, Ketua Dewan Adat Byak, Yan Piter Yarangga, Ketua Dewan
Adat Intan Jaya, Piter Tabuni, Ketua
Dewan Adat Deiyai, Frans Mote, Dewan Adat Yapen, Elisa Merani, Dewan Adat
Dooberay, Barnabas Mandacan, dan Dewan
Adat Bomberay, Engel Hombahomba.
Kepada wartawan, Ketua Dewan Adat
Byak, Yan Piter Yarangga mengungkapkan, deklrasi ASPRATAPA ini merupakan suatu
pergumulan panjang perjuangan masyarakat adat Papua, dimana dalam forum-forum masa lalu telah
mengeluarkan keputusan Manyvesto untuk perlindungan hak-hak dasar otang asli Papua namun belum
ada hasilnya, padahal masyarakat Papua
ingin menikmati hasil tanahnya sendiri.
Untuk itu, dengan dengan hadirnya
asosiasi ini maka, dapat mendorong unttuk memperkarsai perjuangan dalam rangka
keberpihakan kepada masyarakat adat Papua yang terus menerus berjuang untuk
mengembangkan investor hak-hak dasar orang Papua.
Menurut dia, banyak Sumber Daya Alam
[SDA] di tanah adat Papua baik itu yang kelas kecil maupun kelas besar seperti,
Galian C [Pasir, Batu] dan Galian B [Pertambangan Emas, Batu bara] dapat
dipertahankan dan bisa dinikmati oleh masyarakat adat Papua itu sendiri.
Lanjut dia, dibentuknya Asosiai ini
juga merupakan inisiatif dari Dewan Adat yang ada di tanah Papua sehingga
segala permasalahan SDA di tanah Papua dapat dipertahankan dan dilanjutkan
kepada Pemerintah Daerah.
“Kami berharap adanya asosiai ini,
Pemerintah bisa memperhatikan hak dasar masyarakat adat Papua,” ujarnya
didamping rekan-rekan Deklratornya.
Lebihlanjut dijelaskan, Yan Piter
Yarangga, masyarakat adat adalah pewaris sekaligus pemilik dari sumber daya
alam yang ada di wilayahnya sejak mereka dilahirkan dan menjadi anggota dari
komunitas adatnya. Masyarakat adat memproteksi sumberdaya alamnya dengan
berbagai aturan adat agar sumber daya alam tersebut tidak cepat habis.
Bahkan, menurut dia, hukum adat yang
ada di masyarakat adat cenderung memprotek sumberdaya alam mereka, dan mereka
memilih hidup selaras dengan alam yang tidak perlu mengeksploitasi alamnya
secara berlebihan. “Masyarakat adat sebagian besar menyadari bahwa kelimpahan
sumberdaya alam adalah sebuah berkah. Namun sebagian lagi menganggap sebuah
kutukan, yaitu apabila sumber daya alam dikelola dengan sembarangan,” jelasnya.
Untuk itu, dalam mengelola sumber
daya alam yang ada di wilayah adat adalah hak azazi yang di bawa sejak lahir
oleh Masyarakat Adat sehingga klaim bahwa masyarakat adat adalah pemilik dari
berbagai sumber daya alam yang ada di wilayahnya, merupakan keyakinan yang
kebenarannya tidak dapat di ukur oleh sertifikat tanah atau sejenisnya yang
dikeluarkan belakangan setelah sistem hukum negara berlaku.
“Sebab itu, hak itu merupakan hak
bawaan yang dijamin oleh UUD 1945 sejak mereka dilahirkan dan menjadi anggota
dari komunitas adatnya. Kemudian dalam perkembangannya negara menegasikan hak
bawaan itu, sehingga terjadi berbagai konflik antara pemegang hak bawaan dengan
pemegang hak pengelolaan yang diberikan oleh negara terjadi hampir di semua
tempat,” ujarnya. [loy]
Terakhir diperbarui pada Senin, 25
Maret 2013 01:00
DEWAN ADAT BERSATU DEKLARASIKAN ‘ASPRATAPA’
Penulis : Timoteus Marten | 18:18
- CUNDING LEVI
Deklarasi Asosiasi Pertambangan Rakyat Se-Tanah Papua (ASPRATAPA) dengan motto: ‘Bahan Tambang di Tanah Papua Ada Untuk Kami’ di deklarasikan di Abepura, Kota Jayapura, Sabtu (23/3) siang.
ASPRATAPA ini dideklarasi oleh John NR Gobai dari Dewan Adat Paniai, Hubert Kwambre dari Dewan Adat Keerom, Lemok Mabel dari Dewan Adat Baliem, Yan Piter Yarangga dari Dewan Adat Biak, Frans Mote dari Dewan Adat Paniai, Piter Tabuni dari Dewan Adat Intan Jaya dan Elisa Merani dari Dewan Adat Yapen.
Deklarasi yang dibacakan Ketua Dewan Adat Paniai, John NR Gobai yang juga sebagai penggagas, menyebutkan, mengelola sumber daya alam di wilayah ada merupakan hak asasi masyarakat adat. Karena itu, kebenaran akan kepemilikan sumber daya oleh masyarakat adat tidak bisa diukur oleh sertifikat tanah, sehingga klaim pengelolaan oleh rakyat bermaksud agar masyarakat adat bisa mandiri.
Mereka mmeminta Negara untuk berperan membuat regulasi. “Deklarasi yang kami lakukan harus diperhatikan perangkat pemerintahan agar harus ada ruang untuk anak asli Papua berperan. Kami akan kembangkan asosiasi ini menjadi alat untuk mendrong regulasi yang mendukung posisi kami dalam mengembangkan SDA,” kata Yan Piter Yarangga.
Masyarakat adat menilai, selama ini, pengelolaan SDA di wilayah adat di Papua didominasi pengusaha dan penguasa. Di wilayah Keerom, misalnya, yaitu di daerah Senggi dan Web. “Pertambangan rakyat ini jalan di luar dari aturan. Yang melaksanakan adalah pemodal dari kota,” ujar Hubertus Kwambre.
Elisa mengatakan, hampir pasti semua warga Papua di berbagai wilayah adat mengeluh akan keberadaan sumber daya yang dikelola pengusaha. “Hampir di sepanjang kali di Serui dikeruk dan dibawa pergi. Sebenarnya yang menikmati hasil bukan pemilik hak ulayat, tetapi pengusaha,” aku Elisa Merani.
John NR Gobai melanjutkan, pihaknya belum membentuk pengurus di dalam tubuh ASTRATAPA. Meski demikian, kata dia, pihaknya berkomitmen untuk melindungi pertambangan yang ada di setiap wilayah adat. (Jubi/Timoteus Marten)
Deklarator ASPRATA Mananwir Y.P Yarangga (Ketua Dewan Adat Byak), Lemok Mabel (Ketua Dewan Adat Balim), Hubertus Kwambre (Ketua Dewan Adat Keerom), Elisa Merani (Sek Pemerintahan Adat Yapen dan John Gobai (Penggagas ASPRATAPA/Ketua Dewan Adat Paniai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar